TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Modul 5: Membangun Budaya Inkuiri Kolaboratif Di Sekolah
26 - Juni - 2025 158 Share :Modul 5 bahas inkuiri kolaboratif dan strategi membangun budaya refleksi antarguru di sekolah. Panduan praktis untuk guru & kepala sekolah.

Mau pembelajaran yang bermakna dan berdampak? Jawabannya ada di cara guru dan sekolah berpikir bersama lewat inkuiri kolaboratif!
Modul 5 Pembelajaran Mendalam hadir sebagai panduan bagi guru dan kepala sekolah untuk membangun budaya refleksi, kerja tim, dan perbaikan berkelanjutan.
Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi Inkuiri Kolaboratif dengan langkah konkret yang bisa langsung diterapkan di sekolah.
Apa Itu Inkuiri Kolaboratif?
Pernah ngerasa pembelajaran di kelas udah oke, tapi tetap ada yang ganjal? Atau murid kayaknya udah ngerti, tapi hasilnya belum maksimal? Nah, daripada nebak-nebak sendiri, kenapa nggak ajak guru lain mikir bareng lewat inkuiri kolaboratif?
Inkuiri kolaboratif itu proses di mana guru dan kepala sekolah belajar bareng, menganalisis praktik mengajar, lalu mencoba hal baru secara sadar dan terencana. Bukan sekadar “coba-coba”, tapi berdasarkan data, refleksi, dan pengalaman bersama.
Intinya: kita cari tahu apa yang paling efektif buat murid, lewat pertanyaan kritis dan percobaan nyata di kelas. Nggak sendirian, tapi bareng rekan sejawat. Jadi bukan cuma diskusi di ruang guru, tapi benar-benar bareng menyusun rencana, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran.
Dalam Modul 5 Pembelajaran Mendalam, inkuiri kolaboratif diposisikan sebagai jantung dari pengembangan profesional guru yang kontekstual. Bukan yang top-down dari pelatihan luar, tapi yang tumbuh dari pengalaman langsung guru sendiri di sekolah.
Keren kan? Jadi, kalau kamu guru atau kepala sekolah, mulai sekarang bisa coba ubah pertanyaannya: bukan “apa yang salah?”, tapi “apa yang bisa kita perbaiki bersama?”. Dari situ, budaya belajar antarguru akan tumbuh—dan murid pun ikut merasakan dampaknya.
4 Tahap Inkuiri Kolaboratif
Tenang, inkuiri kolaboratif itu bukan hal rumit yang harus dilakukan di ruang seminar. Justru sebaliknya — prosesnya sederhana, tapi butuh komitmen dan konsistensi. Dalam Modul 5, dijelaskan ada empat tahap utama yang bisa kamu ikuti bareng tim guru:
- 1. Merancang Fokus Inkuiri
Tahap ini dimulai dari pertanyaan pemantik: Apa masalah pembelajaran yang kita hadapi? Misalnya, “Kenapa siswa kurang aktif bertanya di kelas?” atau “Bagaimana cara meningkatkan kemampuan menulis reflektif?” Fokus yang jelas akan jadi pijakan kuat. - 2. Mendesain dan Menerapkan Praktik Baru
Setelah tahu masalahnya, guru bareng-bareng menyusun rencana aksi: strategi, pendekatan, atau alat bantu baru yang mau dicoba. Misalnya: pakai exit ticket, ubah urutan penyampaian materi, atau ajak murid refleksi lewat jurnal harian. - 3. Melakukan Dokumentasi dan Observasi
Ini bagian yang sering dilupakan. Padahal, dokumentasi penting banget untuk melihat proses secara jernih. Foto, catatan pengamatan, rekaman refleksi murid — semua bisa jadi bahan diskusi. Observasi juga bisa saling lintas kelas (asal pakai kacamata belajar, bukan menilai!). - 4. Merefleksi dan Menyusun Rekomendasi
Tahap terakhir adalah duduk bareng lagi. Apa yang berhasil? Apa yang kurang? Apa yang perlu dicoba selanjutnya? Refleksi ini bisa ditulis, dipresentasikan, bahkan dibagikan ke guru lain atau dalam komunitas belajar. Di sinilah siklus perbaikannya hidup.
Saya pernah melihat satu kelompok guru kelas 4 SD yang membuat siklus inkuiri sederhana tiap dua minggu. Mereka nggak nunggu instruksi atasan, cukup duduk bareng, bahas data hasil belajar, lalu rancang pembelajaran bareng. Hasilnya? Suasana kelas jadi lebih aktif dan guru makin semangat berbagi praktik baik.
Yang penting diingat: inkuiri kolaboratif bukan tentang cari kesalahan, tapi cari peluang belajar. Dan setiap guru bisa jadi bagian dari proses itu—asal mau terbuka, reflektif, dan jalan bareng tim.
Peran Kepala Sekolah dalam Inkuiri
Kalau guru adalah motor pembelajaran, maka kepala sekolah adalah pengarah jalannya. Dalam konteks inkuiri kolaboratif, kepala sekolah bukan sekadar atasan yang memberi izin kegiatan. Ia berperan sebagai fasilitator, penjaga arah, dan pemberi ruang untuk guru berkembang bersama.
Modul 5 menjelaskan bahwa kepala sekolah yang mendukung inkuiri kolaboratif akan melakukan hal-hal seperti:
- Memberikan waktu khusus untuk guru berdiskusi dan refleksi
- Mendampingi proses tanpa mengontrol berlebihan
- Memastikan inkuiri jadi bagian dari budaya sekolah, bukan kegiatan musiman
- Mendorong dokumentasi dan berbagi praktik baik antar guru
Saya pernah bertemu seorang kepala sekolah yang menjadwalkan satu jam khusus setiap Jumat pagi hanya untuk sharing pembelajaran. Tidak ada agenda resmi, hanya ruang untuk ngobrol antarguru soal praktik belajar di kelas. Ternyata, dari situ muncul banyak ide kreatif dan rasa saling percaya di antara guru. Itu bukan hasil workshop mahal, tapi hasil dari pemimpin yang menghargai proses belajar guru.
Kepemimpinan seperti inilah yang dibutuhkan. Kepala sekolah tak harus tahu semua jawaban, tapi cukup hadir sebagai teman belajar. Karena saat kepala sekolah menunjukkan bahwa proses inkuiri itu penting, guru pun akan merasa aman untuk mencoba, gagal, dan bangkit lagi.
Strategi Membangun Budaya Kolaboratif
Inkuiri kolaboratif tidak akan tumbuh di sekolah yang masih menganut “kerja sendiri-sendiri”. Maka kuncinya adalah membangun budaya kolaboratif — suasana di mana guru merasa aman, didengar, dan saling mendukung dalam proses belajar bersama.
Modul ini memberikan beberapa strategi yang bisa langsung dicoba di sekolah kamu:
- Buat ruang dan waktu khusus untuk kolaborasi: Misalnya dengan jadwal refleksi mingguan atau forum “curhat pembelajaran”.
- Gunakan pendekatan non-hirarkis: Di forum inkuiri, semua suara setara. Tidak ada guru senior vs junior—yang ada, semua saling belajar.
- Mulai dari kelompok kecil: Tak perlu menunggu semua guru ikut. Cukup dua-tiga orang yang komit dulu, lama-lama budaya ini akan menyebar.
- Rayakan proses, bukan hanya hasil: Beri apresiasi pada guru yang berani mencoba hal baru, meski belum berhasil.
Saya pernah melihat satu SMP yang punya komunitas belajar informal bernama "Ngopi Kurikulum". Tiap Jumat sore, guru-guru ngumpul bahas praktik mengajar sambil minum kopi. Sederhana, tapi berdampak besar. Guru jadi saling kenal, saling berbagi, dan merasa tidak sendirian menghadapi tantangan di kelas.
Kolaborasi itu bukan sekadar kerja kelompok. Ia adalah budaya. Dan seperti semua budaya, ia perlu dibangun pelan-pelan, dirawat dengan niat baik, dan dijaga dengan konsistensi. Sekali suasana ini tumbuh, sekolah bukan lagi tempat kerja, tapi tempat berkembang bersama.
Evaluasi dan Instrumen Monev
Refleksi, kolaborasi, eksperimen—semua itu bagus. Tapi kalau enggak dievaluasi dengan tepat, kita bisa kehilangan arah. Nah, di sinilah pentingnya monitoring dan evaluasi (Monev) dalam inkuiri kolaboratif. Bukan untuk menghakimi, tapi untuk membaca proses dan menumbuhkan kesadaran bersama.
Dalam Modul 5 Pembelajaran Mendalam, evaluasi dimaknai sebagai alat belajar. Ia dilakukan secara terbuka, partisipatif, dan fokus pada perbaikan berkelanjutan—bukan penilaian sepihak.
Ada beberapa instrumen Monev yang bisa langsung dicoba di sekolah:
- Jurnal Refleksi Guru: Guru menuliskan hal yang dicoba, dirasakan, dan dipelajari selama proses inkuiri.
- Catatan Observasi: Teman sejawat atau kepala sekolah mencatat praktik belajar di kelas, lalu dibahas secara suportif.
- Portofolio Praktik Baik: Dokumen, foto, atau video yang mengabadikan praktik pembelajaran, lengkap dengan refleksinya.
- Forum Umpan Balik Murid: Murid memberi respons terhadap perubahan kelas yang dirasakannya—dengan cara ramah dan ringan.
Saya pernah mengunjungi sekolah yang punya "Galeri Refleksi" di lorong guru. Di sana, guru-guru menempel hasil eksperimen pembelajaran mereka lengkap dengan catatan pribadi. Setiap guru yang lewat bisa baca, belajar, dan saling terinspirasi. Sederhana, tapi dampaknya luar biasa.
Yang perlu diingat: evaluasi bukan akhir, tapi bagian dari perjalanan. Jangan tunggu sempurna dulu untuk mengevaluasi. Justru dengan refleksi yang jujur, kita bisa terus tumbuh. Karena saat evaluasi jadi budaya, maka inkuiri kolaboratif akan hidup di setiap sudut sekolah.
Penutup: Bergerak Bersama, Bertumbuh Bersama
Inkuiri kolaboratif bukan sekadar metode. Ia adalah budaya berpikir, belajar, dan bertumbuh bersama yang menjadikan sekolah tempat di mana semua orang berkembang—bukan hanya murid, tapi juga guru dan kepala sekolah.
Modul 5 mengajak kita semua untuk melihat refleksi bukan sebagai kegiatan tambahan, tapi sebagai bagian dari kehidupan belajar sehari-hari. Di ruang guru, di kelas, bahkan di lorong sekolah—refleksi dan kolaborasi bisa terjadi jika kita menciptakan ruangnya.
Yang paling penting: kamu tidak harus langsung sempurna. Cukup mulai dari pertanyaan sederhana: "Apa yang bisa kita perbaiki minggu ini?" Lalu diskusikan, coba, dan evaluasi bareng. Dari sinilah perubahan kecil akan membawa dampak besar.
Jadi, mari kita bangun budaya inkuiri yang hangat, terbuka, dan saling menguatkan. Karena pembelajaran mendalam tidak bisa lahir dari kerja sendirian. Ia butuh gerakan kolektif yang penuh semangat belajar dan rasa ingin tahu.
Selamat mencoba, dan semoga setiap langkah inkuiri kolaboratifmu membawa perubahan positif di sekolah!
File Lampiran : Modul 5: Membangun Budaya Inkuiri Kolaboratif di Sekolah

Aristo Bharata
Founder tamanpustaka.com & guru di UPTD SPF SDN Sekarputih 1 Kecamatan Tegalampel Bondowoso