TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Belajar Koding Pakai Apa? Ini Media Dan Metodenya Di Sekolah
13 - Juni - 2025 250 Share :Yuk cari tahu media dan metode seru buat ajarin koding di sekolah! Mulai dari tanpa komputer hingga koding nyata, semua bisa disesuaikan.

Setelah tahu pentingnya pembelajaran koding buat siswa, sekarang muncul pertanyaan lanjutan: “Terus, ngajarnya pakai apa ya?” Tenang, Bu dan Pak Guru, belajar coding di sekolah nggak harus ribet dan mahal kok. Bahkan, banyak cara seru dan praktis yang bisa kita pakai—mulai dari yang nggak butuh komputer sama sekali, sampai yang bisa dipakai langsung via laptop atau HP siswa. Yuk kita bahas satu per satu media dan metodenya, supaya mengajar koding jadi lebih asyik, efektif, dan sesuai dengan kondisi kelas masing-masing.
Kenapa Media dan Metode Itu Penting?
Mengajarkan coding ke anak-anak memang bukan perkara gampang. Kita harus mikirin banyak hal: dari kesiapan guru, fasilitas yang ada, sampai usia dan gaya belajar siswa. Nah, di sinilah pentingnya kita ngerti media dan metode yang pas buat pembelajaran koding di sekolah.
Nggak semua sekolah punya lab komputer yang lengkap, dan nggak semua siswa punya akses ke laptop atau internet lancar. Tapi bukan berarti pembelajaran koding harus mandek. Justru sekarang, banyak banget pilihan metode yang fleksibel. Mau tanpa komputer? Bisa pakai metode unplugged. Mau pakai aplikasi visual yang interaktif? Ada Scratch, Code.org, atau MakeCode. Bahkan kalau sekolah udah siap, bisa lanjut ke bahasa pemrograman teks kayak Python atau HTML.
Menurut Kemendikdasmen (2025), penting bagi guru untuk menyesuaikan pendekatan dengan tingkat perkembangan peserta didik dan konteks sekolah. Artinya, pemilihan media dan metode bukan cuma soal teknologi, tapi soal bagaimana guru bisa menciptakan pengalaman belajar yang relevan, menyenangkan, dan membangun kompetensi digital siswa.
Sumber: Kemendikdasmen (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial.
1. Metode Unplugged (Tanpa Komputer)
Siapa bilang belajar coding harus melulu di depan layar? Metode unplugged adalah pendekatan belajar koding yang tidak membutuhkan perangkat digital sama sekali. Cocok banget untuk guru di sekolah yang belum punya fasilitas komputer lengkap, atau untuk kegiatan awal pengenalan coding ke siswa usia dini. Bahkan di sekolah dengan sarana lengkap pun, metode ini tetap berguna karena membangun pemahaman konsep secara konkret.
Dalam metode ini, siswa belajar prinsip dasar seperti algoritma, logika, dekomposisi, dan berpikir urut melalui aktivitas fisik, permainan, dan alat bantu non-digital. Misalnya:
- Permainan “Robot Jalan”: Siswa diminta membuat instruksi arah (kanan, kiri, maju, mundur) untuk membantu 'robot' (temannya sendiri) mencapai tujuan. Aktivitas ini melatih pemahaman urutan instruksi dan algoritma dasar.
- Kartu Logika: Gunakan kartu berisi perintah (jika-maka, ulangi, sampai, dll.) untuk menyusun program sederhana secara manual. Bisa dikombinasikan dengan tantangan seperti menyusun pola atau menyelesaikan misi.
- Role-play Komputer dan Programmer: Satu siswa menjadi ‘komputer’, yang lain menjadi ‘programmer’ yang memberi perintah. Tujuannya agar siswa paham pentingnya instruksi yang jelas dan berurutan.
- Maze Paper Coding: Cetak labirin dan minta siswa menuliskan langkah-langkah dari titik A ke B menggunakan simbol panah. Ini bisa dikaitkan dengan pemrograman robot atau pemetaan logika.
- Kegiatan “Sorting Socks”: Ajak siswa mengurutkan kaus kaki atau benda berpasangan sambil mendeskripsikan langkah-langkahnya. Ini membantu memahami konsep pengurutan dan algoritma.
Metode unplugged ini sangat cocok untuk jenjang SD hingga awal SMP, terutama untuk membangun dasar berpikir komputasional sebelum mengenal coding digital. Selain itu, kegiatan unplugged juga meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif, kolaboratif, dan menyenangkan—karena mereka tidak hanya duduk diam, tapi terlibat secara fisik dan sosial dalam pembelajaran.
Sumber: Kemendikdasmen (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial; CS Unplugged Project (csunplugged.org).
2. Visual Coding: Blok yang Bikin Nagih
Visual coding atau pemrograman visual adalah metode belajar koding yang menggunakan blok-blok warna-warni yang bisa disusun layaknya puzzle. Setiap blok punya fungsi tertentu, mulai dari gerak, suara, logika, sampai interaksi. Ini cocok banget untuk siswa yang baru kenal dunia koding karena nggak perlu ngetik kode rumit dan nggak takut salah syntax.
Platform visual coding memudahkan siswa memahami alur program secara visual. Dengan drag-and-drop, mereka bisa membuat animasi, game, cerita, bahkan program interaktif. Visual coding juga bisa digunakan lintas jenjang pendidikan, tergantung bagaimana kita mengemasnya.
Untuk Anak TK
Anak-anak TK bisa mulai dari aplikasi seperti ScratchJr, yang didesain khusus untuk usia dini (5–7 tahun). Mereka bisa membuat karakter bergerak, berbicara, dan berinteraksi sambil belajar mengenal urutan, pola, dan sebab-akibat.
Untuk SD
Di jenjang SD, anak-anak bisa mulai pakai Scratch versi penuh atau platform Code.org. Mereka bisa membuat game sederhana seperti kuis matematika, cerita animasi, atau simulasi sains dasar. Ini juga bisa dijadikan proyek tematik lintas mata pelajaran.
Untuk SMP
Siswa SMP biasanya sudah lebih logis dan siap diberi tantangan. Selain Scratch, mereka bisa mulai mencoba Microsoft MakeCode yang bisa dihubungkan ke micro:bit, sebuah alat kecil yang bisa diprogram untuk menyalakan lampu, membuat alarm, bahkan alat ukur suhu.
Untuk SMA/SMK
Visual coding tetap bisa dipakai untuk siswa SMA/SMK terutama untuk pengantar logika sebelum masuk ke pemrograman berbasis teks. Misalnya membuat simulasi bisnis digital sederhana, atau belajar logika pemrograman dalam proyek multimedia. Platform seperti Tynker atau App Inventor cocok untuk membuat aplikasi mobile berbasis visual.
Beberapa platform visual coding populer dan mudah diakses secara gratis antara lain:
- Scratch – cocok untuk cerita interaktif dan game sederhana
- Microsoft MakeCode – buat coding hardware seperti micro:bit
- Code.org – penuh dengan tantangan dan tutorial menarik
- ScratchJr – versi Scratch untuk anak TK dan PAUD
- MIT App Inventor – buat aplikasi Android dengan blok visual
Visual coding membuat koding terasa menyenangkan dan tanpa tekanan. Guru juga nggak perlu takut salah, karena platform-platform ini memang dirancang untuk pembelajaran bertahap. Cocok banget buat bikin suasana kelas lebih hidup dan interaktif!
Sumber: Kemendikdasmen (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial; Code.org; MIT Scratch; Microsoft MakeCode.
3. Text-Based Coding: Level Lanjut
Setelah siswa terbiasa dengan konsep dasar melalui visual coding, tahap selanjutnya adalah mengenalkan mereka pada pemrograman berbasis teks. Pendekatan ini memberikan pengalaman lebih nyata karena siswa mulai menuliskan kode secara langsung, memahami struktur sintaks, serta berpikir lebih sistematis dan mendalam.
Dalam Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (Kemendikdasmen, 2025), dijelaskan bahwa pemrograman teks sangat sesuai diterapkan di jenjang SMP akhir, SMA, dan SMK. Selain untuk memperdalam keterampilan berpikir komputasional, pendekatan ini juga membuka peluang bagi siswa untuk mengembangkan karya berbasis teknologi yang aplikatif.
Beberapa bahasa pemrograman teks yang umum digunakan antara lain:
- Python: Sintaksnya sederhana dan sangat cocok untuk pemula. Digunakan di berbagai bidang seperti data science, automasi, dan AI.
- HTML & CSS: Digunakan untuk membangun dan mendesain halaman web. Sangat cocok bagi siswa yang tertarik dengan dunia kreatif digital.
- JavaScript: Menambahkan interaksi pada halaman web dan bisa dipakai untuk membuat aplikasi berbasis browser.
Untuk mempermudah pembelajaran, guru dapat memanfaatkan platform daring seperti Replit, Trinket, atau Jupyter Notebook yang memungkinkan siswa menulis dan menjalankan kode langsung dari browser.
Contoh Penerapan dalam Proyek Siswa
Pemrograman berbasis teks dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk membuat berbagai proyek yang tidak hanya menarik secara pembelajaran, namun juga memiliki nilai fungsional. Sebagai contoh, siswa dapat membuat:
- Portofolio digital: Halaman web pribadi untuk menampilkan hasil karya atau proyek yang telah mereka kerjakan.
- Situs profil usaha kecil: Proyek seperti ini bisa mendukung pelajaran kewirausahaan dan membantu siswa memahami bagaimana teknologi mendukung promosi bisnis.
- Program kalkulator atau konversi sederhana: Digunakan untuk latihan logika sekaligus membiasakan siswa menyusun algoritma dasar.
- Kuis interaktif berbasis web: Dapat digunakan untuk simulasi pembelajaran atau dikembangkan sebagai konten edukatif yang lebih luas.
Menurut UNESCO ICT Competency Framework for Teachers, pembelajaran berbasis proyek semacam ini membantu siswa mengembangkan kreativitas, pemecahan masalah, dan kemampuan bekerja kolaboratif—keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja dan masyarakat digital.
Bagi guru, pendekatan ini bisa diintegrasikan dalam berbagai mata pelajaran seperti Informatika, Produk Kreatif dan Kewirausahaan, maupun proyek lintas disiplin. Dengan dukungan yang tepat, siswa tidak hanya memahami konsep koding, tetapi juga dapat menerapkannya dalam konteks yang lebih luas dan bermakna.
Sumber: Kemendikdasmen (2025). Naskah Akademik Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial; UNESCO ICT Competency Framework for Teachers (2018).
4. Kombinasi Metode = Lebih Seru
Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran koding di sekolah adalah fleksibilitas metode. Tidak ada satu pendekatan tunggal yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu, guru disarankan untuk menggabungkan berbagai metode pembelajaran agar lebih dinamis, menyenangkan, dan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Kombinasi metode bisa dimulai dari yang paling sederhana, seperti aktivitas unplugged, untuk mengenalkan konsep dasar seperti urutan, logika, dan pola. Setelah siswa mulai memahami alurnya, bisa dilanjutkan ke visual coding dengan platform seperti Scratch atau Code.org. Terakhir, untuk jenjang yang lebih tinggi, siswa dapat diperkenalkan pada text-based coding menggunakan Python, HTML, atau JavaScript.
Misalnya, di kelas 6 SD, guru dapat memulai dengan permainan "Robot Jalan" untuk membiasakan anak memberi instruksi. Lalu, di minggu berikutnya, siswa diajak membuat game kuis sederhana di Scratch. Di akhir semester, siswa membuat presentasi berbasis HTML sebagai bentuk refleksi belajar—kombinasi yang bertahap dan terstruktur.
Di jenjang SMP atau SMA, guru bisa merancang proyek tematik lintas mata pelajaran. Contohnya: siswa IPS membuat peta sejarah interaktif dengan Scratch, lalu siswa IPA membuat simulasi eksperimen sains menggunakan blok logika. Bahkan siswa SMK bisa membuat halaman profil UKS sekolah menggunakan HTML & CSS, lalu menyusun laporan aktivitas menggunakan Python dan data visualisasi.
Perlu juga diperhatikan bahwa gaya belajar siswa sangat beragam. Ada yang lebih nyaman dengan pendekatan visual, ada yang senang eksplorasi mandiri, dan ada juga yang membutuhkan arahan bertahap. Dengan menggabungkan metode, guru tidak hanya memenuhi kebutuhan tersebut, tapi juga membuka peluang lebih besar bagi siswa untuk memahami dan menyukai koding.
Kombinasi metode juga memungkinkan guru menyisipkan proyek berbasis masalah (Project-Based Learning) atau pembelajaran kolaboratif. Ini sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang menekankan pengalaman belajar bermakna dan sesuai konteks nyata.
Dengan pendekatan ini, pembelajaran koding tidak lagi terasa sulit atau asing. Justru bisa jadi pengalaman belajar yang menyenangkan dan relevan, baik untuk siswa maupun guru.
Penutup
Belajar coding itu bukan cuma tentang menyiapkan anak jadi programmer, tapi membentuk cara berpikir kritis dan kreatif. Jadi guru nggak harus ngerti semua bahasa pemrograman, cukup paham dasarnya dan tahu media yang bisa digunakan. Sisanya? Kita belajar bareng!
Yuk, mulai kenalkan coding di kelas dengan cara yang menyenangkan dan bertahap. Karena masa depan anak-anak kita butuh lebih dari sekadar hafalan—mereka butuh kemampuan berpikir digital.
Kalau kamu belum sempat baca artikel sebelumnya tentang pengertian dasar pembelajaran koding, bisa langsung mampir ke sini ya ???? Apa Itu Pembelajaran Koding? Yuk Guru, Kenalan Dulu!

Aristo Bharata
Founder tamanpustaka.com & guru di UPTD SPF SDN Sekarputih 1 Kecamatan Tegalampel Bondowoso